Bismillah,
segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga
terlimpah kepada penutup para nabi dan Rasul, Nabi Muhammad beserta
keluarga dan para sahabatnya.
Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman dalam Al Qur'an:
وَأَنْزَلْنَا
الْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ
اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ وَرُسُلَهُ بِالْغَيْبِ إِنَّ اللَّهَ قَوِيٌّ
عَزِيزٌ
"Dan
Kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan
berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu)
dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan
rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha
Kuat lagi Maha Perkasa." (QS. Al Hadid: 25)
Besi
adalah senjata: Pistol, senapan, tank, dan pesawat tempur. Besi adalah
kekuatan. Tetapi di sana ada kekuatann yang lebih dahsyat daripada besi,
yaitu ilmu dan iman. Kita memerlukan ilmu untuk mengarahkan jihad.
Sesungguhnya
para mujahidin dalam segala kondisi dan keadaannya berada di atas
kebaikan. Mereka bersandar kepada kalam Allah dan hadits-hadits Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kita memiliki asas yang kokoh yang tegak di atas syari'ah.
Allah Ta'ala berfirman:
وَلا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
"Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." (QS. Al-Hadid: 195)
Ayat ini
diturunkan berkaitan dengan jihad. Namun sayang terkadang ada orang
yang menjadikan ayat tersebut sebagai dalih untuk meninggalkan jihad
dalam menghadapi musuh yang memiliki kekuatan besar, semacam Rusia,
Amerika, dan tentara sekutu.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah
berkata, "Dari Aslam bin Abi Imran berkata, "Ada seorang dari kaum
muhajirin di Kostantinopel menyerang barisan musuh hingga
mengoyak-ngoyak mereka, sedang bersama kami ada Abu Ayub al-Anshari.
Lalu orang-orang berkata, "Orang itu telah mencampakkan dirinya sendiri
ke dalam kebinasaan?" Maka Abu Ayub berkata, "kami lebih mengetahui
tentang ayat ini. Sesungguhnya ayat ini diturunkan berkenaan dengan
kami. Kami telah menjadi sahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
dan mengalami beberapa peperangan bersama beliau dan kami membela
beliau. Dan ketika Islam telah tersebar dan menang, kami kaum Anshar
berkumpul untuk bersuka cita. Lalu kami berucap, 'Sesungguhnya Allah
telah memuliakan kita dengan menjadi sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dan
membela beliau sehingga Islam tersebar luas dan pemeluknya semakin
banyak. Kita telah mengutamakan beliau atas keluarga, harta, dan
anak-anak. Peperangan pun kini telah usai, maka sebaiknya kita kembali
kepada keluarga dan anak-anak kita, dan tinggal bersama mereka.' Karena
itu, turunlah ayat:
وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
"Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan." (QS. Al Baqarah: 195)
Sesungguhnya
kebinasaan terletak pada tindakan kami untuk tingal bersama keluarga
dan mengurusi harta serta meninggalkan jihad." (HR. Abu Dawud,
al-Tirmidzi, al-Nasai, Ibnu Humaid dalam tafsirnya, Ibnu Abiu Hatim,
Ibnu Jarir dan Ibnu Mardawaih, al Hafidz Abu Ya'la dalam Musnad-Nya,
Ibnu Hibban dalam shahihnya, al Hakim dalam Mustadraknya)
Abu
Bakar bin Iyasy meriwayatkan dari Abu Ishaq al Suba'I, bahwa ada seorang
mengatakan kepada al-Bara' bin 'Azib, "Jika aku menyerang musuh
sendirian, lalu mereka membunuhku , apakah aku telah mencampakkan diriku
ke dalam kebinasaan?" Al-Bara' menjawab, "tidak karena Allah Ta'ala
berfirman kepada Rasul-Nya,
فَقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ لا تُكَلَّفُ إِلا نَفْسَكَ
"Maka berperanglah kamu pada jalan Allah, tidaklah kamu dibebani melainkan dengan kewajiban kamu sendiri." (QS. Al Nisa': 84). Sedangkan ini (QS. Al-Baqarah: 195) berkenaan dengan infaq." (HR. Ibnu Mardawaih, dan al-Hakim dalam Mustadraknya dan berkata, "Shahih sesuai syarat Syaikhain namun keduanya tidak mengeluarkannya.")
Ibnu Katsir rahimahullah
melanjutkan, "Ayat ini mengandung perintah berinfak di jalan Allah
dalam berbagai segi amal yang bisa mendekatkan diri kepada Allah dan
macam-macam ketaatan. Khususnya membelanjakan harta untuk memerangi
musuh serta memperkuat kaum muslimin dalam menghadapi musuh-musuhnya.
Selain itu, ayat ini juga memberitahukan bahwa meninggalkan semua itu
termasuk kehanduran dan kebinasaan, jika dia biasa dan melaziminya.
Syaikh
Abdul Rahman bin Nashir al Sa'di berkata, "Jihad fi sabilillah tidak
akan tegak kecuali berada di atas infak. Bagi jihad, infak ibarat
ruhnya. Jihad tidak mungkin ada tanpanya. Dan meninggalkan infak fi
sabilillah berarti memandulkan jihad, mendukung musuh dan memperkuat
perlawanan mereka."
Hal ini
akan berakibat musuh bisa datang kapan saja untuk membunuh orang Islam.
Dan jika kita tidak melakukan upaya apapun pasti musibah ini semakin
besar. Dan tidak bangkitnya kita melawan mereka, telah menjerumuskan
diri kita ke lembah kehancuran.
"Jihad fi sabilillah tidak akan tegak kecuali berada di atas infak.Bagi jihad, infak ibarat ruhnya.Jihad tidak mungkin ada tanpanya.Dan meninggalkan infak fi sabilillah berarti memandulkan jihad, mendukung musuh dan memperkuat perlawanan mereka."
Imam
Jalaludin al Suyuti berkata, "Sesungguhnya kebinasaan itu dengan
meninggalkan jihad dan infak di jalan Allah. Karena hal itu memberikan
kemenangan kepada musuh-musuh Islam dan kekuatan untuk menguasai kaum
muslimin."
Tidak
seorang ulama yang berkata bahwa makna ayat ini adalah kita wajib untuk
tidak menempuh jihad sehingga kita tidak menyiksa diri sendiri. Tetapi
mereka bersepakat bahwa menjerumuskan diri ke dalam kebinasaan dalam
ayat ini adalah dengan meninggalkan jihad.
Ada
alasan lain yang dipaksakan, bahwa mereka meyakini berada pada fase
Makkah, kesempatan untuk dakwah, tidak boleh ada jihad di sana. Adapun
waktu 13 tahun yang dibutuhkan oleh para sahabat bagi kita membutuhkan
waktu lebih panjang.
Syubhat
mereka kita jawab, bahwa dari sifat kelompok sesat adalah mendahulukan
akal pikiran daripada nash al-Qur'an dan al Sunnah. Maka kita katakan
pada mereka, bunyi ayat:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
"Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu." (QS. Al Maidah: 3) Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak pernah berbicara tentang fatrah yang kita diharamkan menempuh jalan jihad, tetapi beliau bersabda,
لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
"Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang berperang di atas kebenaran dengan terang-terangan hingga hari kiamat." (HR. Muslim)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ, وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِهِ, مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
"Barangsiapa
meninggal dunia sementara dia belum pernah berperang atau meniatkan
diri untuk berperang, maka dia mati di atas satu cabang dari
kemunafikan." (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, dan Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani)
Abu Bakar al-Shiddiq setelah naik menjadi khalifah berkata, "Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad fi sabilillah kecuali Allah menimpakan kehinaan atas mereka."
Sepanjang
sejarah, kehinaan umat Islam pada hari ini-lah yang paling besar. Hal
itu tidak diakibatkan karena kuatnya tentara Rusia, Amerika, ataupun
sekutu. Tetapi diakibatkan karena umat Islam meninggalkan agama mereka
dan orang-orang yang mendalami dien meninggalkan jihad. Dan tak
seorangpun layak dicela kecuali kita sendiri, kita telah mendapatkan apa
yang harus menimpa kita.
Sepanjang sejarah, kehinaan umat Islam pada hari ini-lah yang paling besar. . . diakibatkan karena umat Islam meninggalkan agama mereka dan orang-orang yang mendalami dien meninggalkan jihad.
Sufyan
Ibnu Uyainah seorang ulama besar dari kalangan tabi'in berkata kepada
muridnya, Abdullah bin al Mubarak: "Apabila manusia sudah berselisih
tentang apa saja, kebenaran ada pada ahli tsughur (para mujahidun),
karena Allah Ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا
"Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami." (QS. Al-Ankabut : 69)
Sekarang,
silahkan memilih anatara kehinaan di dunia dan akhirat serta adzab yang
pedih dari Allah; atau ampunan dari segala dosa semenjak tetesan darah
pertama, tempat di jannah, diselamatkan dari adzab kubur dan kengerian
yang maha dahsyat, mahkota dari permata, 72 bidadari bermata jeli,
memberi syafaat untuk 72 anggota keluarga, kehidupan di tembolok burung
surga, dan derajat tertinggi di jannah dengan kata lain mendapat
syahadah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin rahimahullah, "Jihad menjadi fadlu ain dalam 4 kondisi:
1. Jika Imam mewajibkan orang untuk keluar berjihad.
2. Jika sudah berada di dalam barisan pasukan jihad, maka kabur pada hari peperangan termasuk dosa besar.
3. Apabila orang-orang kafir sudah mengepung dan menduduki bumi kaum muslimin.
4.
Apabila seseorang menguasai teknik operasional senjata tertentu dan tak
seorangpun selainnya yang mengerti cara menggunakannya. . .
Para
ulama juga bersepakat bahwa kaum muslimin tidak boleh meninggalkan jihad
lebih dari setahun, walaupun tidak seorangpun berani menyerang mereka.
Semoga
Allah menolong kaum mujahidin, memberikan kemenangan untuk mereka,
mengadzab kaum kafirin dengan kekuatan dan takdir-Nya. Amiin.
Oleh: Purnomo WD
Tiada ulasan:
Catat Ulasan