Ada orang yang membolehkan untuk berwala'
kepada orang kafir dengan alasan bahwa agama Islam adalah agama kasih
sayang, bukan agama kebencian dan permusuhan. Bagaimana bisa kita
menerapkan sikap bara' terhadap orang kafir?.
Jawaban:
ini adalah kalimat yang benar namun diucapkan dengan maksud yang batil.
Benar, bahwa Islam agama penuh cinta dan kasih sayang;dan bukan agama
kebencian dan permusuhan. Tapi, bukan berarti kecintaan untuk masalah
dan keyakinan yang batil dan dimurkai Allah. Contohnya, pelaku maksiat
yang melakukan tindak durhaka seperti minum khamar, mencuri, membunuh,
berzina, dzalim, dan aniaya. Apakah masuk akal, kalau dikatakan umat
Islam wajib mencintai mereka dan perbuatannya karena Islam adalah agama
penuh cinta? Pasti jawabannya tidak.
Sedangkan
maksiat terbesar adalah menyekutukan Allah (syirik) dan Allah Dzat yang
Maha pengasih tidak akan mengampuni orang yang berbuat syirik. Allah
Ta'ala berfirman
إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ
"Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa
yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya." (QS. An Nisa'; 48) Karena syirik merupakan dosa yang terbesar yang ada di bumi ini.
Makna bara'
(berlepas diri dan membenci) dari kesyrikan bukan berarti mendzalimi
pelakunya dan memakan harta mereka dengan cara batil serta bersikap
buruk terhadap mereka. Namun harus imbang, antara membenci kesyirikannya
dengan mengajaknya untuk masuk Islam, sebagai kewajiban syar'i yang
diperintahkan Allah dan rasul-Nya agar selamat dunia dan akhirat.
Membenci
yang diperintahkan Islam merupakan sikap rahmat bagi non muslim, dan
sunnah para nabi sebagaimana yang diberitakan Allah tentang Ibrahim,
وَمَا
كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ
وَعَدَهَا إِيَّاهُ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلَّهِ
تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ
"Dan
permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain
hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya
itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh
Allah, maka Ibrahim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrahim
adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun." (QS. At taubah; 114) dan bagi kita, dalam diri Rasulullah adalah sebagai uswah hasanah ketika bersabda, "Sesunguhnya
keluarga bapakku bukan waliku. Tetapi mereka memiliki hubungan rahim,
yang akan aku sambung hubungan dengan mereka melaluinya." (HR. Bukhari)
Sesungguhnya sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
tersebut ditujukan kepada Abul 'Ash bin Umayyah yang pada awalnya
seorang musyrik kemudian masuk Islam dan bagus Islamnya. Lihatlah
bagaimana Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berlepas diri dari
keluarganya yang melakukan kesyirikan bersamaan itu juga beliau menjalin
hubungan silaturahim. Beliau memberitahukan kebencian dan permusuhan
beliau terhadap mereka yang berada di atas kebatilan, di saat itu juga
beliau bermu'amalah dengan baik dan menjalin silaturahim sehingga
menjadi sarana untuk mengajak kepada Islam.
Hadits Asma' binti Abi Bakar, ketika berkata kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
"Ya Rasulallah, ibuku telah datang menemuiku dan ia sangat ingin
membina hubungan apakah aku perlu (membina) hubungan dengannya? Nabi
menjawab,”Ya.” (HR. Bukhari)
Setelah itu turun ayat,
لَا
يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ
وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا
إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
"Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap
orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula)
mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang berlaku adil." (QS. Mumtahanah: 8)
Lihatlah
dalam Tafsir Al Qur'an Al Adzim karya Ibnu Katsir, lalu lihatlah
bagaimana keadilan, rahmat dan hikmah. Tidak seperti yang diklaim oleh
orang sesat bahwa cinta dan rahmat maknanya sepakat dengan orang kafir
dalam kekufuran mereka dan mengakui kebenaran mereka.
Dan
terakhir, kecintaan yang sebenarnya adalah kecintaan untuk menunjuki
hidayah kepada pemeluk agama kafir dan cinta untuk mengeluarkan mereka
dari kesesatan kepada cahaya, dan takut mereka akan merugi di dunia dan
akhirat jika mati di atas kekafirannya. Inilah cinta yang hakiki yang
menuntut untuk membenci keyakinan mereka yang kafur terhadap Allah dan
Rasul-Nya.
kecintaan yang sebenarnya adalah kecintaan untuk menunjuki hidayah kepada pemeluk agama kafir dan cinta untuk mengeluarkan mereka dari kesesatan kepada cahaya, dan takut mereka akan merugi di dunia dan akhirat jika mati di atas kekafirannya.
Lihatlah makna ini dalam praktek Nabi shallallahu 'alaihi wasallam,
ketika mengunjungi seorang pemuda Yahudi yang sedang sakit parah di
atas kasurnya. Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pergi menemuinya
takut kalau dia mati di atas kekafiran, lalu beliau menyuruhnya untuk
masuk Islam lalu dia mau.
Dan ketika Nabi meninggalkannya, beliau bersabda, الحمـد لله الذي أنقـذه بي من النار "segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka melalui diriku." (HR. Bukhari)
Dalam kisah Abi Thalib ketika akan sampai ajalnya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjenguknya
dan menawarkan agar masuk Islam karena takut kalau dia mati sebagai
orang kafir. Tapi dia menolak dan meninggal di atas kekafirannya karena
takut dicela kaumnya padahal dia tahu kebenaran.
Lihatlah bagaimana sikap Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
yang menjadi rahmat bagi semesta alam. Dalam sikap beliau terdapat
teladan bagi kita. Inilah kecintaan yang sebenarnya yang mendorong
setiap muslim untuk mengajak pemeluk agama lain agar masuk Islam.
tentunya harus dengan cara yang baik. Inilah cinta dengan pemahaman yang
benar. Tidak seperti yang dilakukan oleh kaum munafik pada zaman kita
yang kemudian diikuti oleh penyeru pluralisme bahwa orang kafir Yahudi
dan Nashrani berada di atas kebenaran, aqidah mereka bersih, tidak beda
antara mereka dengan kaum muslimin. Kalau seandainya perkataan ini untuk
berbaik-baikkan dengan orang kafir maka hal itu sebagai penyesatan,
tipuan, bukan cinta dan rahmat.
(PurWD/voa-islam)
Baca Tulisan terkait:
Tiada ulasan:
Catat Ulasan