Khamis, 29 September 2011

Pesan Berharga dari Perang Hunain di Bulan Syawal

(Oleh : Abu Asybal Usamah)

Segala puji bagi Allah ‘Azza wajalla, yang telah menyinari kita dengan cahaya hidayah. Hingga kita menjadi hamba Allah yang bertauhid, tunduk kepada-Nya semata. Shalwat dan salam senantiasa mengawal ingatan kita agar lidah kita basah dengannya. Teruntuk bagi junjungan mulia, Muhammad bin Abdillah, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang tertatih memperjuangkan Dinullah sampai hari kiamat.

Perang Hunain adalah perang yang terakhir yang dipimpin oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Terjadi di bulan syawal pada tahun 8 Hijriyyah, dimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah melakukan penaklukan terhadap kota Mekkah.  Ada beberapa pesan yang berharga buat kaum mulimin pada peristiwa ini. Agar mereka benar-benar mengerti tentang kedudukan Iman dan Jihad.
Ketika Mekkah jatuh di tangan kaum Muslimin, dan Qurasy berbondong-bondong masuk Islam. Ada ketakutan dari kabilah-kabilah besar yang berada dekat dengan Mekkah. Yang terdepan dari Klan-klan itu adalah Hawazin dan Tsaqif.  mereka berseru:” Setelah Mekkah, kita akan menjadi target Muhammad selanjutnya, kita akan menyerang Muhammad segera sebelum mereka memulai”.  Maka berkumpullah mereka untuk sebuah rencana penyerangan. Dari sekian banyak kabilah Hawazin, tsaqif dan bani Thaif terpilih lah Malik bin ‘Auf An-Nashry sebagai Komandan tertinggi yang memobilisasi pasukan.

Ada seoarang tokoh yang sudah tua diantara mereka, Duraid bin Ash-Shummah, memberikan ide dalam strategi. Namun Malik, tidak mau menerimanya karena ia mau jadi penggerak tunggal. Maka bergegaslah mereka menuju Hunain yang berjarak 10 mil dari Mekkah. Mereka memilih tempat strategis yang bernama Authas,dekat dengan Hunain. Malik mengutus mata-mata untuk mengetahui kondisi Rasulullah SAW, diantara mereka Abu Hadrad Al-Aslamy.
...mereka berseru:” Setelah Mekkah, kita akan menjadi target Muhammad selanjutnya, kita akan menyerang Muhammad segera sebelum mereka memulai”...
Pada hari Sabtu 6 Syawal, Rasulullah SAW berangkat bersama para sahabat menuju Hunain. Jumlah mereka pada saat itu dua belas ribu pasukan, 10000 diantaranya adalah orang-orang yang ikut Rasulullah dalam penaklukan kota Mekkah dan 2000 orang yang baru masuk Islam pada Fathu Mekkah. Rasulullah SAW menugaskan ‘Attab bin Usaid untuk menjaga Mekkah.

Saat malam tiba, datanglah seoarang penunggang kuda yang mengabarkan tentang posisi dan kondisi kabilah Hawazin dibukit-bukit. Rosulullah SAW tersenyum seraya berkata:”itulah Ghanimah kita besok”. Dengan sukarela salah seorang sahabat berjaga-jaga semalaman untuk menjaga keamanan kaum muslimin, beliau adalah Anas bin Abi Martsad Al-Ghanawi –Radhiyallau ‘anhu-.
Ditengah –tengah perjalanan ke Hunain, mereka melalui pohon sidrah yang besar lagi hijau. Orang-orang menemakan Dzatu Anwath.  Orang-orang Arab biasanya menggantungkan senjata mereka untuk bertabarruk dipohon itu, menyembelih hewan disisinya agar mendapat keberuntungan. Maka sebagian dari pasukan Rasulullah (yang baru masuk Islam) berkata kepada beliau:”bikin juga buat kita Dzatu Anwath, sebagaimana mereka punya Dzatu Anwath.

   Rasulullah SAW  bersabda:
”Allahu Akbar, yang kalian katakan ini, demi jiwa Muhammad yang berada dalam genggaman-Nya, sebagaimana yang dikatakan bani Israil kepada Musa,”jadikan untuk kami Ilah, sebagaimana mereka punya ilah”, sesungguhnya itu adalah  tradisi, sungguh kalian akan mengikuti tradisi orang sebelum kalian, sesungguhnya kalian orang yang berbuat kejahilan”[1].

Dengan jumlah yang besar itu, kaum muslimin percaya diri, bangga dan yakin bahwa jumlah mereka tidak akan dikalahkan. Maka turunlah surah At-Taubah ayat 25:

”Dan sungguh Allah telah menolong kalian dibeberapa peperangan, dan pada saat perang Hunain. Ketika kalian bangga dengan jumlah kalian yang banyak, sedangkan itu tidak berarti bagi kalian, dan bumi menjadi sempit bagi kalian, kemudian kalian mundur kebelakang”.
...Rasulullah mengobarkan semangat mereka:”sekaranglah perang membara”...
Di pagi buta, Rasulullah SAW telah menyiapkan pasukan. Panji telah diserahkan dan brigade telah terpilih. Dengan semangat mereka maju menuju Hunain. Namun sebelum sampai pada tempat mereka sudah dhujani anak panah yang datang dari balik bukit. Ternyata musuh sudah menempatkan posisi duluan sebelum mereka. Ditambah lagi kaum muslimin mendapatkan serangan mendadak. Pukulan telak pada saat itu menimpa kaum muslimin. Namun Rasulullah tampil sebagai pendobrak semangat mereka. Beliau bergegas maju seraya berseru:

”Aku adalah Nabi yang tidak berdusta, aku adalah cucu abdul Muththalib”

Kemudian Rasulullah memanggil kaum Anshar dan kabilah yang lain. Setelah berkumpul Rasulullah mengobarkan semangat mereka:”sekaranglah perang membara”. Setelah itu Rasulullah mengambil segenggam debu dan menaburi ke wajah orang-orang kafir sambil berkata:”buruklah wajahmu”[2].
Singkat cerita, orang Kafir dipukul mundur oleh RAsulullah SAW dan para sahabatnya, hingga ke wilayah-wilayah sekitar. Hasil dari ghanimah adalah 6000 tawanan, 24000 onta, 40000 domba, 4000 perak, kemudian Rasulullah memerintahkan Mas’ud bin ‘Amru Al-ghifary sebagi penanggungjawab ghanimah.

Pesan Berharga dari Perang Hunain

Setelah menyimak kisah dari perang Hunain, ada beberapa pesan yang dapat kita ambil. Pertama, bahwa kemenangan kaum muslimin tidak bergantung pada kuantitas,tapi pada kualitas iman yaitu yaqin pada pertolongan Allah dan ketaatan pada amir. Allah Ta’ala berfirman:

Berapa banyak jumlah yang sedikit mampu mengalahkan jumlah yang banyak dengan izin Allah(Qs Al-Baqarah  249)

Saat pasukan Thalut tidak mengikuti arahan pimpinan mereka, maka kondisi mereka berubah menjadi lemah. Allah jelaskan dalam Al-Qur’an:
“Mereka (pasukan Thalut) berkata :kami tidak punya kemampuan sekarang” (Qs Al-Baqarah  249)

Begitu pula dengan pasukan pemanah yang melanggar wasiat dari Rasulullah SAW. kedua, bahwasanya perkara Jihad tidak bisa diabaikan dan ditinggalkan. Karena maslahat jihad jauh lebih besar dari segalanya. Karena Jihad itu adalah yang mengayomi dan mengawal tegaknya Dinullah. 

Rasulullah SAW bersabda:
“Pangkal dari urusan ini adalah Islam,tiangnya  Shalat dan puncaknya adalah Jihad”(HR Al-Hakim)

Oleh sebab itu, ketika seruan jihad telah dikumandangkan, maka tidak ada jalan lain selain menyambut seruan itu. Telah kita cermati, bahwa orang yang baru masuk Islam saja langsung berangkat menuju medan Jihad. Bahkan diantara mereka masih ada yang jatuh dalam perkara syirik,namun tidak dikafirkan karena masih baru masuk Islam.
Kalau kita melihat wacana sebagian muslim sekarang, bahwasanya lebih penting menuntut ilmu karena dengan begitu kita akan paham agama dan membangun peradaban. Hal ini terbantahkan dengan kisah Hunain ini. Yang mana hampir seluruh kaum muslimin berangkat bersama Rasulullah untuk Jihad membela Islam. Karena kehidupan tidak akan stabil dan syari’at tidak akan tegak memimpin kecuali dengan Jihad.                                                                                                      

Allah Ta’ala berfirman :
“Dan perangilah mereka hingga tidak ada fitnah (kekufuran dan kezaliman), dan din ini (ketaatan dan ketundukan) seluruhnyahanya untuk Allah”(Qs Al-anfaal 39)
“Dan jikalau seandainya Allah tidak menolak bahaya sebagian manusia dengan sebagian yang lainnya, maka sungguh akan rusaklah bumi”(Qs Al-Baqarah 251)
“Barangsiapa yang berperang untuk meninggikan kaliamat Allah maka dia fisabilillah”(HR Muslim)
...Oleh sebab itu, ketika seruan jihad telah dikumandangkan, maka tidak ada jalan lain selain menyambut seruan itu...
Yang ketiga,  bahwasanya Allah memberikan keutamaan kepada Nabi dan ummatnya yaitu berupa rasa takut yang dicampakkan dihati orang kafir. Rasa takut ini adalah merupakan pertolongan Allah yang membuat hati musuh-musuh Islam  gentar terhadap orang-orang yang teguh membela Islam. 

Allah Ta’ala berfirman :
“Kami akan campakkan rasa takut dihati orang kafir”(Qs Ali ‘Imron 151)
Pada saat pengusiran bani Nadir juga Allah berfirman: “Dan Dia mencampakkan rasa takut dihati mereka (orang Kafir)”(Qs Al-Hasyr 2)
“Mereka tidak akan memerangi kalian kecuali didesa terkepung atau dari balik tembok”(Qs Al-Hasyr 14)
“aku ditolong dengan rasa takut yang dicampakkan dihati orang kafir selama sebulan”(HR Bukhari)

Terbukti setelah melakukan penaklukan kota Mekkah, Hawazin, Tsaqif dan kabilah lain sudah merasa ketakutan akan dikuasai oleh Rasulullah shallalahu 'alaihi wasallam. Demikianlah apa yang dapat kita petik dari peristiwa perang Hunain. Mudah-mudahan kita mampu mengamalkan Dinullah dengan benar dan menjaganya hingga akhir hayat.


[1] . Sunan Tirmidzi kitabul Fitan, bab ma ja’a latakabunna sauna man kana qoblakum.
[2] Shahih Muslim nomor 1775 Kitabul Jihad wassair.

Rabu, 28 September 2011

Agenda Tersembunyi di Balik Komoditi Terorisme

Oleh: Son Hadi, Direktur Jama’ah Anshorut Tauhid (JAT) Media Center 

Disampaikan pada Diskusi Interaktif Gerakan Masyarakat Islam Indonesia (GMII), Bogor 20 September 2011 “Membendung Gerakan Radikalisme dan Terorisme Mengatasnamakan Agama”

Setelah sepuluh tahun berlalu serangan 11 September di menara kembar WTC New York, masih saja kelam tanpa ada satupun investigasi independen yang menjelaskan dengan jujur bagaimana sebenarnya peristiwa itu terjadi. Peristiwa tersebut justru digunakan oleh Amerika untuk memerangi dan menjajah dunia Islam dengan dalih perang terhadap terorisme. Dengan dalih itu pula Amerika membelah dunia menjadi dua, bersama Amerika atau anti Amerika. Ada jutaan umat Islam terbunuh sebagai korban dan ribuan muslim mendekam di penjara. Di berbagai pelosok negeri dan War of Terorisme pun melaju tiada pernah henti

Ada hal yang perlu dan patut dicermati dalam projek War Of Terorisme ini antara lain yang digagas oleh RAND dalam bukunya Building Moslem Moderate Network lebih jauh memberikan rekomendasi sebagai berikut:

1. Komunitas Internasional menilai bahwa Dunia Islam ada dalam Frustasi dan Kemarahan, akibat dari periode keterbelakangan yang lama dan ketidakberdayaan komparatif serta kegagalan mencari solusi dalam menghadapi kebudayaan global kontemporer.
2. Komunitas Internasional menilai bahwa upaya umat Islam untuk kembali kepada kemurnian ajaran Islam adalah suatu ancaman bagi peradaban Dunia Modern, dan bisa mengantarkan kepada Clash of Civilization (Benturan Peradaban).
3. Komunitas Internasional menginginkan Dunia Islam yang ramah terhadap Demokrasi dan Modernitas serta mematuhi aturan-aturan Internasional untuk menciptakan perdamaian global.
4. Komunitas Internasional perlu melakukan pemetaan Kekuatan dan Pemilahan Kelompok Islam untuk mengetahui kawan dan lawan, serta pengaturan strategi dengan pengolahan sumber daya yang ada di Dunia Islam.
5. Komunitas Internasional mesti mempertimbangkan dengan sangat hati-hati terhadap elemen-elemen, kecenderungan-kecenderungan, dan kekuatan-kekuatan mana dalam Islam yang mereka ingin perkuat; apa sasaran dan nilai-nilai dari persekutuan potensial yang berbeda itu; dan siapa yang akan dijadikan anak didiknya; dan konsekuensi-konsekuensi lebih besar seperti apa yang akan tampak ketika memperluas agenda-agenda masing-masing; termasuk resiko mengancam atau mencemari kelompok-kelompok atau orang-orang yang sedang dibantu oleh AS dan sekutunya.

Komunitas Internasional membagi Umat Islam dalam Empat Kelompok, yaitu:

1. Fundamentalis: yaitu kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai- nilai Demokrasi dan kebudayaan Barat Kontemporer, serta menginginkan formalisasi penerapan Syariat Islam.
2. Tradisionalis: yaitu kelompok masyarakat Islam Konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada substansi ajaran Islam tanpa peduli kepada formalisasinya.
3. Modernis: yaitu kelompok masyarakat Islam Modern yang ingin Reformasi Islam agar sesuai dengan tuntutan zaman, sehingga bisa menjadi bagian dari modernitas.
4. Sekularis: yaitu kelompok masyarakat Islam Sekuler yang ingin menjadikan Islam sebagai urusan privasi dan dipisah sama sekali dari urusan negara.

Komunitas Internasional melakukan penilaian terhadap tiap kelompok sebagai berikut:

1. Fundamentalis: sangat anti Barat sehingga menjadi ancaman bagi demokrasi dan modernitas. Mendukung kelompok ini bukan suatu opsi bagi Barat, kecuali untuk pertimbangan taktis sementara. Penghancuran Fundamentalis menjadi suatu keharusan.
2. Tradisionalis: tidak anti Barat tapi penuh kecurigaan terhadap modernitas, sehingga mudah terpengaruh oleh Fundamentalis. Karenanya, kelompok ini harus dirangkul dan dijauhkan dari Fundamentalis, tapi mesti selalu diwaspadai.
3. Modernis: Pro Demokrasi dan Modernitas serta dekat dengan Barat dalam nilai dan kebijakan, sehingga bisa digunakan untuk mengcounter berbagai pemikiran Islam Fundamentalis. Namun ada kendala-kendala serius bagi modernis di tengah masyarakat Islam.
4. Sekularis: Pro Barat dan bisa dimanfaatkan, namun terkadang sulit menjadi sekutu karena afiliasi ideology yang berbeda. Karenanya, kelompok ini hanya bisa dimanfaatkan sepanjang memiliki ideology yang menopang demokrasi dan modernitas.

Komunitas Internasional menetapkan strategi terhadap tiap kelompok sebagai berikut:

1. Mengkonfrontir dan Menentang Kaum Fundamentalis, dengan jalan:
a. Menentang tafsir mereka atas Islam dan menunjukkan ketidak-akuratannya
b. Mengungkap keterkaitan mereka dengan kelompok-kelompok dan aktivitas-aktivitas illegal.
c. Mengumumkan konsekuensi dari tindak kekerasan yang mereka lakukan.
d. Menunjukkan ketidakmampuan mereka untuk memerintah.
e. Memperlihatkan ketidakberdayaan mereka mendapatkan perkembangan positif atas negara-negara mereka dan komunitas-komunitas mereka.
f. Mengamanahkan pesan-pesan tersebut kepada kaum muda, masyarakat tradisionalis yang alim, kepada minoritas kaum muslimin di Barat, dan kepada wanita.
g. Mencegah menunjukkan rasa hormat dan pujian akan perbuatan kekerasan dari kaum Fundamentalis, ekstrimis dan teroris.
h. Kucilkan mereka sebagai pengganggu dan pengecut, bukan sebagai pahlawan.
i. Mendorong para wartawan untuk memeriksa isu-isu korupsi, kemunafikan, dan tidak bermoralnya lingkaran kaum fundamentalis dan kaum teroris.
j. Mendorong perpecahan antara kaum fundamentalis.
Beberapa bukti tindakan untuk memojokkan kelompok yang disebut Fundamentalis oleh barat tersebut adalah: menafsirkan Al-Qur’an secara sengaja untuk menyesatkan dengan menyatakan penentangan dan pengharaman poligami pada satu sisi, namun menghalalkan perkawinan sejenis, lesbianisme dan homoseksual, mengulang-ulang tayangan gambar yang out of date dan tidak relevan terkait aksi-aksi umat Islam yang dinilai mengandung kekerasan di televisi, sementara itu kegiatan dari berbagai ormas Islam yang bersifat konstruktif seperti menjadi relawan di daerah bencana alam tidak pernah sekalipun ditayangkan, “mengeroyok” dan menyerang argumen narasumber yang berasal dari kelompok yang dianggap fundamentalis dengan format acara dialog televisi 3 lawan 1 seperti acara Today’s Dialogue, Save Our Nation, Topik Minggu Ini, wawancara khusus dan lain sebagainya, memenjarakan aktivis-aktivis islam dengan tuduhan teroris atau sebagai pelaku kekerasan, menghapus panggilan kehormatan kyai, ustadz, habib dalam pemberitaan media massa terhadap aktivis islam yang dianggap fundamentalis.

2. Mendorong Kaum Tradisionalis untuk Melawan Fundamentalis, dengan jalan:

a. Dalam Islam tradisional ortodoks terdapat elemen-elemen demokrasi yang dapat dipakai untuk mengcounter Islam fundamentalis otoriter yang represif dan otoriter.
b. Menerbitkan kritik-kritik kaum tradisionalis atas kekerasan dan ekstrimisme yang dilakukan kaum fundamentalis.
c. Mendorong perbedaan antara kaum tradisionalis dan fundamentalis.
d. Mencegah aliansi antara kaum tradisionalis dan kaum fundamentalis.
e. Mendorong kerja sama antara kaum modernis dan kaum tradisionalis yang lebih dekat dengan Kaum modernis.
f. Jika memungkinkan, didik kaum tradisionalis untuk mempersiapkan diri mereka untuk mampu melakukan debat dengan kaum fundamentalis. Karena Kaum fundamentalis secara retorika seringkali lebih superior, sementara kaum tradisionalis melakukan praktik politik “Islam pinggiran” yang kabur.
g. Di tempat-tempat seperti di Asia Tengah, mereka mungkin perlu untuk dididik dan di latih dalam Islam ortodoks untuk mampu mempertahankan pandangan mereka.
h. Melakukan diskriminasi antara sektor-sektor tradisionalisme yang berbeda.
i. Memperuncing khilafiyah yaitu perbedaan antar mazhab dalam Islam, seperti Sunni–Syiah, Hanafi–Hambali, Wahabi–Sufi, dll.
j. Mendorong Kaum Tradisionalis agar tertarik dengan modernisme, inovasi dan perubahan.
k. Mendorong mereka untuk membuat isu opini-opini agama dan mempopulerkan hal itu untuk memperlemah otoritas dari penguasa yang terinspirasi oleh paham Kaum Fundamentalis.
l. Mendorong popularitas dan penerimaan atas Sufisme.

3. Mendukung sepenuhnya Kaum Modernis, dengan jalan:

a. Menerbitkan dan mengedarkan karya-karya mereka dengan biaya yang disubsidi.
b. Mendorong mereka untuk menulis bagi audiens massa dan bagi kaum muda.
c. Memperkenalkan pandangan-pandangan mereka dalam kurikulum pendidikan Islam.
d. Memberikan mereka suatu platform publik.
e. Menyediakan bagi mereka opini dan penilaian pada pertanyaan-pertanyaan yang fundamental dari interpretasi agama bagi audiensi massa dalam persaingan mereka dengan kaum fundamentalis dan tradisionalis, yang memiliki Web sites, dengan menerbitkan dan menyebarkan pandangan-pandangan mereka dari rumah-rumah, sekolah-sekolah, lembaga-lembaga, dan sarana yang lainnya.
f. Memposisikan sekularisme dan modernisme sebagai sebuah pilihan “counterculture” bagi kaum muda Islam yang tidak puas.
g. Memfasilitasi dan mendorong kesadaran akan sejarah pra-Islam dan non-Islam dan budayanya, di media dan di kurikulum dari negara-negara yang relevan.
h. Membantu dalam membangun organisasi-organisasi sipil yang independent, untuk Mempromosikan kebudayaan sipil (civic culture) dan memberikan ruang bagi rakyat biasa untuk mendidik diri mereka sendiri mengenai proses politik dan mengutarakan pandangan-pandangan mereka.

4. Mendukung secara selektif Kaum Sekularis, dengan jalan:

a. Mendorong pengakuan fundamentalisme sebagai suatu musuh bersama
b. Mematahkan aliansi dengan kekuatan-kekuatan anti Amerika berdasarkan hal-hal seperti nasionalisme dan ideologi kiri.
c. Mendorong ide bahwa agama dan Negara juga dapat dipisahkan dalam Islam dan bahwa hal ini tidak membahayakan keimanan tapi malah akan memperkuatnya.
Beberapa contoh tindakan ini adalah: membangun mitos tentang sekulerisme, memanipulasi hari peringatan Pancasila untuk kepentingan sekularisme, pluralisme dan liberalisme, mengkampanyekan penampilan kesalehan individual dan mencegah berlakunya perda-perda yang disebut perda syariat.
Untuk menjalankan program-program di atas maka, dalam dokumen Building Moderate Muslim Networks, Pemerintah Amerika Serikat harus menyediakan dana bagi individu-individu dan lembaga-lembaga seperti LSM, pusat kajian di Universitas-Universitas Islam maupun Universitas umum lainnya dan membangun jaringan antar komponen tersebut untuk memenuhi tujuan-tujuan Amerika.
Sebagai contoh keberhasilan membangun jaringan ini adalah apa yang pernah ditempuh oleh Amerika Serikat ketika mensponsori Kongres Kebebasan Budaya (Congress of Cultural Freedom), di mana pertemuan ini berhasil membangun komitmen antar elemen untuk membentuk jaringan anti komunis. Upaya yang serupa juga perlu dilakukan untuk membangun jaringan anti Islam. Bahkan bila perlu, sikap tidak setuju dengan kebijakan Amerika perlu sesekali ditampilkan oleh para aktivisnya sekedar untuk menampilkan citra independen dari Amerika dan Barat serta membangun kredibilitas semu para aktivis liberal pro barat, demi mencapai tujuan utamanya memusuhi Islam secara keseluruhan.

Amerika dan Barat dalam dokumen tersebut sepenuhnya sadar bahwa mereka terlibat dalam sebuah peperangan yang merupakan perang dengan senjata maupun perang ide. Dalam konteks ini Amerika dan Barat ingin memenangkan perang dengan cara “ketika ideologi kaum ekstrimis tercemar di mata penduduk tempat asal ideologi itu dan di mata pendukung pasifnya”. Kalimat ini jelas adalah merupakan tujuan Amerika dan Pihak barat lainnya untuk menghancurkan Islam dan menjauhkan Islam dari umat.

Pembangunan jaringan muslim moderat ini dilakukan pada tiga level:

1. Menyokong jaringan-jaringan yang ada;
2. Mengidentifikasi jaringan dan mempromosikan kemunculan dan pertumbuhannya.
3. Memberikan kontribusi untuk membangun situasi dan kondisi bagi berkembangnya faham pluralisme dan sikap toleran.
Adapun kelompok-kelompok yang dijadikan sasaran untuk direkrut dan dijadikan anak didik Amerika dan Barat adalah:
1. Akademisi dan Intelektual Muslim Liberal dan Sekuler;
2. Cendikiawan Muda Muslim yang Moderat;
3. Kalangan Aktivis Komunitas;
4. Koalisi dan Kelompok Perempuan yang mengkampanyekan kesetaraan gender;
5. Penulis dan Jurnalis (wartawan) yang moderat.
Para pejabat di kedutaan Amerika yang berada di negeri-negeri muslim harus memastikan bahwa kelompok ini terlibat dan sesering mungkin melakukan kunjungan ke Amerika Serikat.
Sementara itu program-program prioritas untuk mendukung pembangunan jaringan muslim moderat ini diletakkan pada sektor:
1. Pendidikan Demokrasi, yaitu dengan mencari pembenaran dari nas-nas dan sumber-sumber Islam terhadap demokrasi dan segala sistemnya.
2. Dukungan pada Media massa untuk melakukan liberalisasi pemikiran;Kesetaraan Gender, yang merupakan medan tempur utama dalam perang pemikiran dengan kelompok Islam;
3. Advokasi Kebijakan, untuk mencegah agenda politik kelompok Islam.
Pihak Amerika juga sadar bahwa ide-ide radikal berasal dari Timur Tengah, oleh karenanya perlu dilakukan upaya “Arus Balik” yaitu menyebarkan ide-ide dan pemikiran dari intelektual-intelektual moderat dan modernis yang berhasil dicuci otak dan setuju dengan westernisasi dan gaya hidup barat, yang bukan berasal dari Timur Tengah, seperti Indonesia. Tulisan dan pemikiran moderat dari kalangan di luar Timur Tengah ini harus sesegera mungkin diterjemahkan dalam bahasa Arab untuk disebarkan di kawasan Timur Tengah. 
Di sinilah terdapat jawaban, mengapa akhir-akhir ini Indonesia sering dijadikan tempat pertemuan Internasional cendekiawan dan intelektual muslim dari berbagai negara yang disponsori oleh Amerika dan negara barat lainnya. Dan saat ini banyak sekali produk-produk baik berupa tulisan maupun film yang diproduksi oleh kaum “intelektual Islam indonesia” yang disebarkan dan diterjemahkan dalam bahasa Arab. Semua bantuan dana dan dukungan politik ini tujuan utamanya adalah untuk memerangi Islam dan Umat Islam.
Dalam konteks politik di Indonesia, secara keseluruhan agenda-agenda yang disusun oleh koalisi Zionis Salibis Internasional tersebut tengah berjalan. Bisa kita lihat bukti-bukti dari berbagai fenomena yang ada di kehidupan masyarakat Indonesia. Bermunculannya berbagai LSM yang didirikan oleh tokoh-tokoh “Islam” yang memproduk berbagai materi anti Islam dan memusuhi Islam, media massa yang selalu memberitakan negatif tentang umat Islam, bermunculannya tokoh-tokoh liberal yang memegang posisi sebagai opinion maker, bahkan dalam penyusunan kabinet yang terakhir ini, posisi-posisi kunci diserahkan kepada orang-orang yang sangat pro Amerika, seperti menteri-menteri bidang perekonomian yang sejak dulu hingga sekarang selalu dipegang oleh kelompok yang sama.

Solusinya adalah Pemahaman dan Pengamalan Islam yang Benar

Pemahaman yang benar tentang hakikat dinul Islam adalah solusi utama masalah ini dan Ulama sebagai pewaris nabi punya peranan penting dan strategis dalam upaya menyelamatkan Aqidah Islam dari upaya penyesatan yang sistematis yang dibungkus gerakan deradikalisasi sebagai dalih perang terhadap Terorisme. Seorang ulama hendaknya mempertahankan integritas keilmuannya tidak cenderung pada keinginan dan kehendak penguasa namun justru mengambil peran yang aktif sekaligus kritis dalam memahamkan Islam yang benar, terutama dalam menjelaskan makna hakikat Tauhid beserta konsekuensinya.
Begitu pula dalam menjelaskan Jihad dan Tegaknya Syariat dalam kehidupan bernegara, ini adalah kunci kejayaan Islam karena pada hakikatnya Khilafah dan Daulah Islamiyah adalah syarat keselamatan tauhid dan bagi muslim keselamatan tauhid adalah hal yang utama dan prinsip dalam hidupnya dan Tauhid akan selalu di hantam fitnah bila tinggal di negara kafir musyrik, di antara yang perlu dipahamkan adalah:

1. Pengertian dan pemahaman Islam rahmatan lil Alamin

Islam rahmatan lil alamin sering disalah ertikan islam yang teloran terhadap segala hal termasuk dalam masalah kemusyrikan dan kekafiran. Padahal Rasulullah membawa Risalah Islam sebagai Dien (World View) berlaku secara universal mengikat siapapun baik jin dan manusia, dari bangsa dan warna kulit, di manapun dan kapanpun hingga akhir zaman hal tersebut dinyatakan dalam firman Allah:

“Mereka Itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran). "Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh umat. ” (QS. Al-An’am: 90)
“Dan kamu sekali-kali tidak meminta upah kepada mereka (terhadap seruanmu ini), itu tidak lain hanyalah pengajaran bagi semesta ala
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. ” (QS. Al-Anbiyaa’:107)
“Katakanlah: "Hai manusia Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua, Yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk" (Qs Al-A’raf: 158)
“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahui” (Qs Saba’ 28).

Demikian juga dijelaskan Dalam Hadits Nabi:

Dari Jabir Bin Abdullah RA berkata: Rasulullah bersabda: Aku diberi 5 perkara yang belum pernah diberikan pada seorang pun dari para nabi sebelumku: Aku ditolong oleh rasa takut musuhku selama sebulan perjalananku, Dihamparkan seluruh bumi sebagai masjid yang bersih sehingga di manapun umatku hendak shalat maka shalatlah, dihalalkan bagi ghanimah, jika nabi sebelumku hanya diutus kepada umatnya secara khusus, maka aku diutus kepada seluruh manusia, aku diberi hak syafaat” ( HR Bukhari 1/168)

Dalam menyambut dakwah nabi manusia terbagi menjadi 2 kelompok yang dalam terminology Islam disebut sebagai mukmin dan kafir, sebagaimana firman Allah:

 “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul)” (Qs An-Nahl 36).
“Sebahagian diberi-Nya petunjuk dan sebahagian lagi telah pasti kesesatan bagi mereka. Sesungguhnya mereka menjadikan syaitan-syaitan pelindung (mereka) selain Allah, dan mereka mengira bahwa mereka mendapat petunjuk” (Qs Al-A’raf 30).
“Dia-lah yang menciptakan kamu Maka di antara kamu ada yang kafir dan di antaramu ada yang mukmin. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan” (QS. At-Taghabun 2).

2. Makna dan Hakikat Jihad

Jihad adalah bagian yang tidak terpisahkan dari syariat Islam karenanya makna dan hakikat  pun sangat jelas tidak perlu ada redefinisi ulang makna daripada jihad, Jihad adalah syariat Allah untuk melindungi dan Islam dan kaum Muslimin sebagaimana firman Allah:

"Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" (Qs Al-Baqarah 216).
“Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih? (yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui” (Qs Ash-Shaff 10-11).
“Jika kamu tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kamu dengan siksa yang pedih dan digantinya (kamu) dengan kaum yang lain, dan kamu tidak akan dapat memberi kemudharatan kepada-Nya sedikitpun. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (Qs Al-Anfal 39).

Wallahu A’lam bis-shawab. [voa-islam.com]

Toleransi Islam vs Toleransi Barat

Oleh: Kharis Nugroho, Lc.

Toleransi dalam Islam merupakan pembahasan yang cukup penting untuk dikaji, karena banyak di kalangan umat Islam yang memahami toleransi dengan pemahaman yang kurang tepat. Misalnya, kata “toleransi” dijadikan landasan paham pluralisme yang menyatakan bahwa “semua agama itu benar”, atau dijadikan alasan untuk memperbolehkan seorang muslim dalam mengikuti acara-acara ritual non-muslim, atau yang lebih mengerikan lagi, kata toleransi dipakai oleh sebagian orang ‘Islam’ untuk mendukung eksistensi aliran sesat dan program kristenisasi baik secara sadar maupun tidak sadar. Seolah-olah, dengan itu semua akan tercipta toleransi sejati yang berujung kepada kerukunan antar umat beragama, padahal justru akidah Islamlah yang akan terkorbankan.

Sebagai muslim, kita harus mengembalikan hakikat toleransi dalam kacamata Islam. Sebab, istilah toleransi ini - sebagaimana disebutkan dalam buku Tren Pluralisme Agama karya Dr Anis Malik Toha -, pada dasarnya tidak terdapat dalam istilah Islam, akan tetapi termasuk istilah modern yang lahir dari Barat sebagai respon dari sejarah yang meliputi kondisi politis, sosial dan budayanya yang khas dengan berbagai penyelewengan dan penindasan. Oleh karena itu, sulit untuk mendapatkan padanan katanya secara tepat dalam bahasa Arab yang menunjukkan arti toleransi dalam bahasa Inggris. Hanya saja, beberapa kalangan Islam mulai membincangkan topik ini dengan menggunakan istilah “tasamuh”, yang kemudian menjadi istilah baku untuk topik ini. Dalam kamus Inggris-Arab, kata “tasamuh” ini diartikan dengan “tolerance”. Padahal jika kita merujuk kamus bahasa Inggris, akan kita dapatkan makna asli “tolerance” adalah “to endure without protest” (menahan perasaan tanpa protes).
Sedangkan kata “tasamuh” dalam al-Qamus al-Muhith, merupakan derivasi dari kata “samh” yang berarti “jud wa karam wa tasahul” (sikap pemurah, penderma, dan gampangan). Dalam kitab Mu’jam Maqayis al-Lughah karangan Ibnu Faris, kata samahah diartikan dengan suhulah (mempermudah). Pengertian ini juga diperkuat dengan perkataan Ibnu Hajar al-Asqalani dalam Fath al-Bari yang mengartikan kata al-samhah dengan kata al-sahlah (mudah), dalam memaknai sebuah riwayat yang berbunyi, Ahabbu al-dien ilallahi al-hanafiyyah al-samhah. Perbedaan arti ini sudah barang tentu mempengaruhi pemahaman penggunaan kata-kata ini dalam kedua bahasa tersebut (Arab-Inggris).
Dengan demikian, dalam mengkaji konsep toleransi dalam Islam, penulis merujuk kepada makna asli kata samahah dalam bahasa Arab (yang artinya mempermudah, memberi kemurahan dan keluasan), dan bukan merujuk dari arti kata tolerance dalam bahasa Inggris yang artinya menahan perasaan tanpa protes. Akan tetapi, makna memudahkan dan memberi keluasan di sini bukan mutlak sebagaimana dipahami secara bebas, melainkan tetap menggunakan tolok ukur Al-Qur’an dan Sunnah.
…Konsep toleransi dalam Islam dibentuk oleh ajaran Islam baik Al-Qur’an maupun al-Hadits. Sedangkan toleransi Barat dibentuk berdasarkan sejarah ataupun reaksi terhadap kondisi sosial dan politik…
Kalau kita mau melihat terbentuknya konsep toleransi antara Islam dan Barat, maka akan kita dapatkan bahwa motif terbentuknya konsep toleransi antar keduanya sangat berbeda. Konsep toleransi dalam Islam dibentuk oleh ajaran Islam itu sendiri baik berupa firman Allah (Al-Quran) ataupun sabda dan perilaku Rasulullah SAW (al-Hadits). Sedangkan Barat, dibentuk berdasarkan sejarah ataupun reaksi terhadap kondisi sosial dan politik.

Sebagai contoh, dalam sejarahnya, peradaban Barat (Western Civilization) pernah mengalami masa yang pahit, yang mereka sebut dengan “zaman kegelapan” (the dark age). Zaman itu dimulai ketika Imperium Romawi Barat runtuh pada 476 H dan mulai munculnya Gereja Kristen sebagai institusi dominan dalam masyarakat Kristen Barat sampai dengan masuknya zaman renaissance sekitar abad ke-14. Renaissance artinya rebirth (lahir kembali), karena masyarakat Barat merasa bahwa ketika hidup di bawah cengkeraman kekuasaan Gereja, mereka seolah mengalami kematian.
Di “zaman kegelapan” inilah terjadi banyak penyelewengan dan penindasan kepada rakyatnya dengan mengatasnamakan agama. Penindasan yang terkenal paling jahat pada waktu itu adalah, apa yang dilakukan oleh institusi Gereja dengan nama Inquisisi. Inquisisi adalah hukuman terhadap kaum heretic (kaum yang di cap menyimpang dari doktrin resmi gereja). Karen Armstrong, mantan biarawati dan penulis terkenal, menggambarkan institusi inquisisi dalam sejarah sebagai berikut, “Sebagian besar kita tentunya setuju bahwa salah satu dari institusi  Kristen paling jahat adalah Inquisisi, yang merupakan instrument terror dalam Gereja Katholik sampai dengan akhir abad ke-17. Metode inquisisi ini juga digunakan oleh Gereja Protestan untuk melakukan penindasan dan kontrol terhadap kaum Katolik di negara-negara mereka”.

Adapun bentuk kejahatannya, Robert Held dalam bukunya Inquisition, memaparkan bahwa ada lebih dari 50 jenis dan model alat-alat siksaan yang sangat brutal yang digunakan oleh institusi gereja pada waktu itu, seperti pembakaran hidup-hidup, pencukilan mata, gergaji pembelah tubuh, pemotongan lidah, alat penghancur kepala, pengebor vagina, dan berbagai alat dan model siksaan lain yang sangat brutal. Ironisnya lagi, sekitar 85 persen korban penyiksaan dan pembunuhan adalah wanita. Antara tahun 1459-1800, diperkirakan antara dua-empat juta wanita dibakar hidup-hidup di dataran Katolik maupun Protestan Eropa.

Dalam ajaran Yahudi, juga telah terjadi penyelewengan yang berujung kepada penindasan atas nama agama. Dalam Old Statement (Kitab Perjanjian lama), dinyatakan bahwa sikap mereka terhadap kelompok lain tidak hanya sebatas kebencian, pelaknatan dan pengingkaran. Namun mereka juga diperintah untuk membumihanguskan bangsa-bangsa lain, karena – menurut mereka – bangsa Yahudi adalah bangsa pilihan (the Chosen People). Pemusnahan semua kelompok lain, menurut mereka adalah merupakan perintah Tuhan.

Dari peristiwa penyelewengan dan penindasan atas nama agama inilah, kemudian pemikiran mengenai pentingnya toleransi di Barat mulai timbul. Adalah John Locke figur yang cukup terkenal dalam menelurkan ide toleransinya, yaitu dengan menjabarkan tiga pikiran mengenai pentingnya toleransi. Pertama, hukuman yang layak untuk individu yang keluar dari sekte tertentu bukanlah hukuman fisik melainkan cukup ekskomunikasi (pengasingan). Kedua, tidak boleh ada yang memonopoli kebenaran, sehingga satu sekte tidak boleh mengafirkan sekte yang lain. Ketiga,  pemerintah tidak boleh memihak salah satu sekte, sebab masalah keagamaan adalah masalah privat. Tiga doktrin inilah yang kemudian membentuk doktrin toleransi di dunia Barat (negara-negara demokrasi Barat).
…Toleransi (samahah) dalam Islam mempunyai kaidah dari sebuah ayat Al-Qur’an yaitu laa ikraaha fi al-dien (tidak ada paksakan dalam agama). Namun kaidah ini tidak menafikan unsur dakwah dalam Islam yang  bersifat mengajak, bukan memaksa…
Adapun dalam Islam, toleransi (samahah) merupakan ciri khas dari ajaran Islam. Ketoleranan Islam mencakup berbagai segi, baik dari segi akidah, ibadah, maupun muamalah. Dari segi aqidah, Islam mempunyai kaidah dari sebuah ayat Al-Qur’an yaitu laa ikraaha fi al-dien (tidak ada paksakan dalam agama). Namun kaidah ini tidak menafikan unsur dakwah dalam Islam. Dakwah dalam Islam bersifat mengajak, bukan memaksa. Dari kaidah inilah maka ketika non-muslim (khususnya kaum dzimmi) berada di tengah-tengah umat Islam atau di negara Islam, maka mereka tidak boleh dipaksa masuk Islam bahkan dijamin keamanannya karena membayar jizyah sebagai jaminannya.
Dalam masalah Ibadah, Islam juga bersifat toleran. Maksudnya, pelaksanaan ibadah di dalam Islam bersifat tidak membebani. Hal tersebut bisa kita lihat ketika seseorang ingin berwudhu dan tidak ada air, maka Islam mempermudah cara berwudhu dengan cara tayamum. Di dalam shalat, ketika seseorang tidak mampu berdiri, maka boleh dengan duduk. Begitu juga puasa, ketika seseorang sedang sakit, maka boleh di qadha. Sifat mempermudah dan tidak membebankan seseorang inilah yang menjadi ciri khas bahwa Islam adalah agama yang toleran dari segi ibadah.
Adapun dalam muamalah, Islam menyuruh berbuat baik dalam bermasyarakat, baik itu kepada yang muslim atau non-muslim. Misalnya, ketika seorang muslim mempunyai tetangga non-muslim yang sedang membutuhkan bantuan, maka harus dibantu. Ketika diberi hadiah, maka harus diterima. Begitu juga ketika ada tetangga non-muslim sedang sakit, harus dijenguk. Itulah adab seorang muslim yang harus dijaga dalam rangka membangun kerukunan antar umat beragama.
Permasalahannya adalah, ketika muamalah dengan non-muslim ini masuk dalam ranah akidah dan peribadatan, maka banyak orang salah paham. Mereka mengira bahwa toleransi dalam masalah keikutsertaan acara-acara non-muslim diperbolehkan dengan tujuan untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama. Padahal toleransi seperti ini di dalam syariat terdapat dalil-dalil yang melarang, baik itu dari Al-Qur’an, Al-Sunnah, maupun ijma ulama.
…ketika muamalah dengan non-muslim ini masuk dalam ranah akidah dan peribadatan, maka hal ini bisa dikategorikan dalam hal tolong menolong dalam dosa yang sudah jelas diharamkan...
Ketika muamalah dengan non-muslim ini masuk dalam ranah akidah dan peribadatan, maka hal ini bisa dikategorikan dalam hal tolong menolong dalam dosa yang sudah jelas diharamkan. Allah SWT telah melarang perbuatan tersebut sebagaimana disebutkan di dalam salah satu ayat (yang artinya), Tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan takwa, dan janganlah tolong menolong dalam dosa dan permusuhan (Qs Al-Ma’idah 2). Dalam memahami ayat ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Allah memerintahkan orang beriman untuk tolong menolong dalam kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. Allah juga melarang umat Islam saling tolong menolong dalam kebatilan, dosa, dan sesuatu yang haram. Ritual non-Muslim adalah suatu amalan batil yang diharamkan oleh Allah SWT yang menjadikan pelakunya berdosa. Oleh karena itu, keikutsertaan seorang Muslim dalam ritual non-Muslim termasuk dalam kategori tolong menolong dalam kebatilan, dosa, dan sesuatu yang diharamkan.

Selain itu, keikutsertaan ritual non-muslim dengan alasan toleransi juga tidak bisa dibenarkan secara syar’i karena seseorang tersebut tergolong telah mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil. Allah berfirman (yang artinya), Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil, dan janganlah kamu sembunyikan yang hak itu, sedangkan kamu mengetahui (Q.S Al-Baqarah: 42). Imam al-Thabari menukil penjelasan Imam Mujahid (murid Ibnu Abbas) mengenai maksud ayat Dan janganlah kamu campuradukkan yang hak dengan yang batil adalah mencampuradukkan ajaran Yahudi dan Kristen dengan Islam.

Adapun toleransi antar umat beragama dalam muamalah duniawi, Islam menganjurkan umatnya untuk bersikap toleran, tolong-menolong, hidup yang harmonis, dan dinamis di antara umat manusia tanpa memandang agama, bahasa, dan ras mereka. Dalam hal ini Allah berfirman (yang artinya), Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah orang-orang yang zalim (QS. Al-Mumtahanah: 8-9).

Banyak hal yang bisa kita ambil pelajaran dari ayat di atas dalam memahami sikap toleransi antar umat beragama yang benar dalam Islam. Dalam memahami ayat di atas, Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu” maksudnya, Dia tidak melarang kamu berbuat baik kepada orang-orang kafir yang tidak memerangimu karena masalah agama, seperti berbuat baik dalam masalah perempuan dan orang lemah.

Selain itu, Imam al-Syaukani (1250 H) dalam Fath al-Qadir menyatakan bahwa maksud ayat ini adalah Allah tidak melarang berbuat baik kepada kafir dzimmi, yaitu orang kafir yang mengadakan perjanjian dengan umat Islam dalam menghindari peperangan dan tidak membantu orang kafir lainnya dalam memerangi umat Islam. Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah tidak melarang bersikap adil dalam bermuamalah dengan mereka.

Adapun sebab turunnya ayat ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitabnya al-Musnad dari Abdullah bin Zubair, Ia berkata: “Qatilah mendatangi putrinya Asma’ binti Abu Bakar. Namun Asma’ enggan menerima hadiah dan kedatangan perempuan (ibunya) itu ke rumahnya. Karena itu, Aisyah menanyakan permasalahan tersebut kepada Nabi SAW. Maka Allah menurunkan surat Al-Mumtahanah ayat 8-9. Oleh karena itu, Nabi memerintahkan Asma’ untuk menerima hadiah dan kedatangan ibunya ke rumahnya”.

…berbuat baik kepada non-Muslim merupakan kewajiban, selama orang-orang non-Muslim itu tidak memerangi dan mengusir umat Islam dari negeri mereka, serta tidak membantu orang lain untuk mengusir umat Islam dari negeri mereka…

Ini merupakan dalil bahwa berbuat baik kepada non-Muslim merupakan kewajiban, selama orang-orang non-Muslim itu tidak memerangi dan mengusir umat Islam dari negeri mereka, serta tidak membantu orang lain untuk mengusir umat Islam dari negeri mereka. Bahkan Rasulullah SAW mengancam terhadap umatnya yang berbuat zalim kepada non-Muslim yang sudah terikat perjanjian dengan umat Islam dengan ancaman tidak masuk surga. Rasulullah SAW bersabda (yang artinya), Barangsiapa yang membunuh non-Muslim yang terikat perjanjian dengan umat Islam, maka ia tidak akan mencium keharuman surga. Sesungguhnya keharuman surga itu bisa dicium dari jarak empat puluh tahun perjalanan (di dunia) (H.R Bukhari).
Oleh karena itu, Nabi SAW bermuamalah dengan orang Yahudi di Madinah dengan muamalah yang sangat baik. Dalam masalah perdagangan, Beliau SAW pernah menggadaikan baju perangnya kepada seorang Yahudi yang bernama Abu Syahm. Rasulullah juga menetapkan perjanjian antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar dengan kaum Yahudi. Perjanjian itu antara lain berisi tentang perdamaian dengan kaum Yahudi, sumpah setia mereka, serta mengakui keberadaan agama (bukan kebenaran agama selain Islam) dan harta-harta mereka. Beliau SAW juga meminta jaminan kepada mereka untuk menepati perjanjian mereka. Namun demikian, sikap toleransi, harmonis, tolong menolong dan kerjasama antara umat Islam dengan non-Muslim di sini hanyalah dalam masalah muamalah keduniaan yang tidak berhubungan dengan permasalahan akidah dan ibadah.
Dari paparan di atas, sangat jelas sekali bagaimana ternyata pembentukan pola doktrin toleransi antara Islam dengan Barat amatlah berbeda. Doktrin toleransi dalam Islam tidaklah dibentuk oleh sejarah, melainkan merupakan bagian integral dari warisan Islam. Berbeda halnya dengan Barat yang doktrin toleransinya dibentuk oleh sejarah karena adanya abuse of power. Itulah sebabnya menyamakan doktrin toleransi Islam dengan doktrin toleransi yang ada di Barat tidaklah tepat.
Toleransi antara Islam dengan Barat amatlah berbeda. Doktrin toleransi dalam Islam tidaklah dibentuk oleh sejarah, melainkan merupakan bagian integral dari warisan ajaran Islam. Sedangkan di Barat, doktrin toleransi dibentuk oleh sejarah karena adanya abuse of power
Namun anehnya, saat ini proses overlapping doktrin toleransi mulai muncul ke permukaan sehingga mengakibatkan kerancuan dalam memahami makna toleransi yang benar menurut Islam. Dari sinilah maka tidak tepat kalau ada umat Islam yang menggunakan kata toleransi untuk mendukung eksistensi aliran sesat apalagi untuk mendukung gerakan kristenisasi, karena toleransi semacam ini adalah toleransi ala Barat yang tidak dibenarkan dalam Islam. Wallahu a’lamu bis-shawab.

*) Penulis adalah Alumnus Ma’had Tahfidz Al-Qur’an Isy-Karima  Jawa Tengah.

Isu Hudud: BN Rela Jenayah Subur Di Bawah Pemerintahannya

Kenyataan Najib bahawa BN tidak akan laksanakan hukum hudud menggambarkan beberapa perkara:

-Aqidahnya sebagai seorang Islam boleh diragui darjah keimanannya.


-UMNO sebagai tunggak parti pemerintah memang tidak boleh diharap langsung menjaga Islam dan memartabatkan Islam di tempat yang sebenar.


-Kejahilan pemimpin UMNO terhadap hukum Islam sangat ketara. Kewujudan penasihat agama PM, beberapa institusi Islam seperti IKIM, YADIM, JAKIM dan golongan agamawan dalam UMNO tidak memberi kesan positif kepada cara berfikir dan kefahaman Islam sebenar kepada pemimpin UMNO.


-BN lebih rela negara disuburkan dengan jenayah di bawah pemerintahannya.


Jenayah di Malaysia sekarang begitu dahsyat. Bukan lagi jenayah yang ringan, tetapi jenayah berat yang seolah-olah menjadi bahan bacaan harian.


Bagi saya jenayah tidak dapat diturunkan kadarnya atau diatasi melainkan dengan kembali kepada kaedah terbaik mengatasi jenayah itu. Tidak lain melainkan kembali kepada hukum Allah yang antaranya hudud, qisas dan takzir. Hakikat sebenarnya Hudud itu adalah salah satu hukum Allah yang wajib dilaksanakan. Seperti kita meyakini solat, puasa, zakat, haji itu sebagai hukum Allah yang wajib diimani dan wajib dilaksanakan, maka demikianlah hukum hudud.


Ucapan TG Nik Aziz di Hari Hududillah Perundangan Islam: Utamakan Mencegah (3)
Ini bukan soal politik semata-mata. Bukan soal siapa yang menerima hudud atau menolak hudud. Ini soal keselamatan dan kestabilan negara. Bagaimana negara boleh aman dan stabil kalau jenayah menjadi begitu mengganas dan berleluasa.


Dalam ayat 186 surah al-Baqarah, Allah menyebut tentang kefardhuan puasa. Beberapa ayat sebelum itu Allah menyebut dengan seruan sama kepada orang beriman, dan dengan lafaz yang hampir sama dengan puasa, tetapi kefardhuannya ialah Qisas-pembalasan setimpal terhadap jenayah yang dilakukan.


Di Malaysia, sistem kewangan Islam berkembang dengan baik. Di celah sistem kapitalis yang begitu dominan, beberapa aspek kewangan Islam boleh menumpang dan menyelit sama. Bahkan mendapat sambutan dari banyak institusi kewangan konvensional pula.


Kita tidak pula mengatakan sistem kewangan Islam itu lapuk atau hanya slogan. Sistem jenayah pula yang meliputi hukum hudud, takzir dan qisas juga adalah sebahagian dari komponen ajaran Islam sendiri. Kalau kita boleh meyakini sistem kewangan Islam, mengapa kita sebagai orang Islam tidak boleh meyakini sistem jenayah Islam?


Jenayah Kekerasan 2005 2006 2007 (januari – ogos)
Bunuh 497 604 383
Cubaan Bunuh 94 - -
Rogol 1887 2435 2144
Cabul Kehormatan - 2023 1576
Samun Berkawan Bersenjata Api 40 68 22
Samun Berkawan Tanpa Senjata Api 1842 2658 1918
Samun Bersenjata Api 317 247 155
Samun Tanpa Senjata Api 13 210 18 446 12 936
Pemerasan - 1549 1230
Ugutan Jenayah - 6336 5493
Merusuh - 2261 1744
Mencederakan 4246 5716 4501
Jumlah 22 133 42 343 32 102
Jenayah Harta Benda


Curi 34 317 37 128 28 865
Curi Van/ Lori/ Jentera Berat 5507 6328 3384
Curi Motokar 9711 11 101 7954
Curi Motosikal 51 709 64 858 43 652
Curi Ragut 9617 9551 7176
Pecah Rumah Siang Hari 6923 8253 6296
Pecah Rumah Malam Hari 17 542 19 060 14 356
Jumlah 135 326 156 279 111 683
Jumlah Jenayah Indeks 157 459 198 622 143 785
Sumber: Polis Diraja Malaysia
dipetik daripada Dewan Masyarakat, November 2007.


Cuba lihat indeks jenayah di Malaysia di atas. Indeks tersebut sehingga 2007. Ia begitu menakutkan. Ia berkembang-biak walaupun akta demi akta dicipta. Jenayah berat seperti bunuh, rompak, curi, samun, rogol menjadi tajuk utama media saban hari. Dulu tidak ada siri 999 di tv. Tapi kerana banyaknya jenayah kini, maka siri itu tidak kurang idea dan bahan. Namun kerana tiada ‘ruh’ (spirit) dari langit dalam akta tersebut, ia tidak berjaya. Sedangkan Allah telah memberi jaminan untuk mencegah jenayah dari terus berleluasa apabila sistem jenayah Islam dilaksanakan berdasarkan petunjuk yang benar dari langit. Dan selepas merdeka lebih 50 tahun , sepatutnya negara kita makin aman dengan perlaksanaan hukum Tuhan, bukannya makin parah dengan pelbagai jenayah sehingga terpaksa ditambah pegawai polis dan CCTV.


Hudud atau sistem jenayah Islam ini pula mempunyai tiga fungsi. Menghukum penjenayah dengan balasan setimpal, mencegahnya dari mengulangi jenayah yang sama di masa hadapan dan menghindarkan bakal-bakal penjenayah dari melakukan jenayah tersebut. Dan tentulah perlaksanaan ini mesti berjalan secara holistik. Bukan hanya menjatuhkan hukuman atau melaksanakan hudud, masyarakat pula mesti dididik dengan agama, perkara mungkar mesti dijauhi dan segala elemen yang menyuburkan jenayah mesti dibanteras. Soalnya ialah setakat mana kerajaan bersungguh mendidik rakyat dengan agama. Setakat mana mungkar dibanteras (sedangkan pemimpin UMNO/BN juga terlibat dalam mungkar dan jenayah: tuduh liwat, pembunuhan, rasuah dan lain-lain) dan tidak pelik jika ada agensi tertentu yang melindungi penjenayah, samseng atau kongsi gelap.


Tidak sepatutnya timbul keraguan terhadap hukum hudud, ucapan hanya slogan, atau menjadi mainan politik selamanya. Kesungguhan melaksanakannya mesti ada pada ahli politik Islam dan terutamanya pemerintah di peringkat kerajaan pusat yang mempunyai bidangkuasa yang besar.
Kerajaan Kelantan berhasrat melaksanakan perintah Allah itu. Dalam tempoh lebih 20 tahun pemerintahannya, suasana kondusif untuk melaksanakan hukum itu disediakan. Pelbagai aktiviti kebajikan terhadap rakyat dibuat. Kefahaman Islam disampaikan kepada rakyat. Rakyat dididik dengan program agama. Kebajikan rakyat diutamakan. Pemimpin kerajaan negeri diajar dan ditarbiyyah menjauhi rasuah. Akhirnya kalau berlaku kecurian, maka yang mencuri itu tentunya penjahat yang mesti dihukum. Justru, kenapa takut dengan hukum hudud?


Terengganu di bawah pemerintahan PAS akhir 1999 hingga 2004 telah meletakkan batu asas pentadbiran dan pemerintahan negeri berdasarkan al-Quran, Sunnah, Ijmak dan Qias. Saya masih ingat ketika pihak kerajaan negeri Terengganu di bawah PAS ketika itu yang membuat seminar pelaksanaan syariah di tahun 200an itu, saya yang ketika itu masih menjawat jawatan pensyarah Pengajian Islam turut menghadiri seminar tersebut. Dalam sebuah bengkelnya, saya kebetulan bersama dengan bekas ADUN Seberang Takir dari BN, Dato’ Rashid Ngah. Perbincangan tersebut rancak tentang hukum hudud. Dato’ Rashid Ngah hanya diam, tidak banyak bercakap, dan tidak pula membantah.


Tempoh yang lama di bawah pemerintahan Dr Mahathir menyaksikan hukum hudud menjadi mainan, momokan dan sinis dari kejahilan pemimpin UMNO/BN nombor satu ketika itu hinggalah juak-juaknya yang juga jahil tentang Islam. Orang Melayu yang jahil dan orang bukan Islam yang kurang memahami Islam termakan dengan dakyah UMNO/BN mengenai hukum Islam hinggalah PAS berjaya meruntuhkan tembok itu kemudiannya.


Hanya mereka yang masih tidak faham tentang hukum hudud dan penjenayah (kolar putih atau biru)  sahaja yang cepat melatah apabila diajak supaya melaksanakan hukum hudud. Sekali lagi ditegaskan, tiada pilihan untuk menurunkan kadar jenayah melainkan mesti kembali kepada hukum ajaran Allah, bukan sahaja dalam soal jenayah tetapi bersedia menerima sistem Islam dalam bentuknya yang holistik dan menyeluruh. PAS komited dengan perjuangannya ‘Islam Adil Untuk Semua’ dan ‘Membangun Negara Berkebajikan’ bersama rakan dalam Pakatan Rakyat bagi menumbangkan UMNO/BN yang mewarisi sifat-sifat ‘penjajah’ ini. -http://www.niknasri.com/